PAMEKASAN CHANNEL. Baru-baru ini, status keberadaan pagar laut di desa Tanjung, kecamatan Pademawu, kabupaten Pamekasan, menuai kontroversi dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, aktivis dan nelayan.
Para nelayan banyak mengeluhkan karena keberadaan pagar laut itu dinilai sangat merugikan nelayan. Keluhan mereka karena perahunya sering tersangkut dan mengalami kerusakan mesin.
Selain adanya keluhan dari para nelayan soal pagar laut di desa Tanjung, ternyata status izin pemagaran laut tersebut diduga sepihak dan tanpa izin dari perhutani serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur.
Bahkan, PT. Budiono Madura Bangun Persada dan kepala desa setempat, diduga berperan penting dalam pemasangan pagar laut di desa tanjung tersebut.
Menanggapi itu, Kuasa Hukum PT. Budiono Madura Bangun Persada, Wahyudi mengatakan, pemasangan pagar laut itu telah dilakukan sejak tahun 2023 lalu, dan atas kesepakatan bersama nelayan yang difasilitasi kepala desa (Kades) setempat.
“Pemasangan ini sudah dari tahun 2023 lalu, dan sudah atas kesepakatan dengan 139 nelayan dan Kades Tanjung,” kata Wahyudi saat dikonfirmasi PAMEKASAN CHANNEL, Senin (10/2/2025).
Menurut Wahyudi, PT. Budiono Madura Bangun Persada hanya memfasilitasi permintaan dari para nelayan untuk membangun pagar laut, pihaknya menegaskan bahwa pembangunan itu tidak ada kaitannya dengan kepemilikan lahan.
“Jadi lokasi yang dipagari itu bukan milik PT Budiono, kita hanya memfasilitasi pagar, dan yang mengerjakan adalah para nelayan,”jelasnya.
Saat ditanya terkait Izin pemasangan pagar laut tersebut, Wahyudi belum memastikan tentang statusnya. Namun kata dia, melalui konfirmasi ke pihak desa, hasilnya pada tahun 2020 sudah atas izin perhutani untuk normalisasi, dan PT Budiono hanya melanjutkan sehingga pada tahun 2023 dilakukan pemagaran.
“Sepangakuan desa pernah dilakukan normalisasi sungai pada tahun 2020 dan atas ijin perhutani sehingga dilakukan normalisasi secara swadaya, kita hanya menindaklanjuti keinginan masyarakat di tahun 2023,”terangnya.
Terpisah, Kepala Desa Tanjung, Zabur menjelaskan bahwa terkait pemagaran laut itu memang atas dasar permintaan nelayan dan tidak ada izin dari perhutani maupun Dinas Kelautan dan Perikanan.
“Tidak ada izin apapun ke perhutani dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Pagar itu bukan pinggir laut tapi di laut yang diperuntukkan untuk keluar masuk perahu nelayan,”kata Zabur saat dikonfirmasi PAMEKASAN CHANNEL.
Menurut Zabur, sebenarnya pagar laut itu sudah ada kesepakatan dengan nelayan untuk mengantisipasi gesernya pasir yang dilewati oleh perahu, akhirnya dikasih bambu, hingga sak yang diisi pasir.
Ia menjelaskan, dulu swadaya masyarakat, setelah berulangkali dilakukan pengerukan oleh masyarakat dengan menggunakan alat tradisional, akhirnya dibelikan alat penyedot tapi tidak ada hasil, akhirnya dibantu oleh PT. Budiono Madura Bangun Persada.
“Untuk mengantisipasi hasil pengerukan itu dikasih bambu dan gedek karena ada angin akhirnya gedek nya rusak dan tinggal bambunya saja,”terangnya.
Sedangkan, Ahmad Salah satu perwakilan nelayan di Desa Tanjung Pamekasan sekaligus pemilik perahu menyampaikan, bahwa dirinya menjadi korban dari adanya pagar laut tersebut.
“Kalau angin berubah dari arah timur, maka perahu nelayan yang lewat sering menabrak pagar, bahkan kipas perahu terkadang tersangkut, sehingga mesin rusak, ini jelas sudah merugikan para nelayan,”ujar Ahmad.
Pak Ahmad disapa akrab ini meminta kepada pihak berwajib untuk segera melakukan pembongkaran pagar laut yang meresahkan para nelayan tersebut.
“Saya minta kepada pihak berwajib untuk segera membongkar pagar tersebut, dan saya yakin itu ada keterlibatan dengan Kepala desa dan yang masang pagar bambu itu juga dibayar,”tandasnya.
Sementara, Nur Faisal Ketua Komnas Pemanfaatan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) Madura Raya, menduga pihak PT. Budiono hanya beralibi, harusnya pihak PT. Budiono menanyakan terlebih dahulu tentang status izin laut yang akan dipagari tersebut.
“Kalau PT. Budiono hanya mau membantu harusnya ditanya dulu laut yang dipagari itu milik siapa, harusnya dari awal ditanya dulu oleh pihak PT. Budiono,”tegas Nur Faisal.
Tidak hanya itu, Nur Faisal juga mengkritik pernyataan Kepala Desa Tanjung yang mengatakan bahwa pemagaran laut tersebut tidak usah izin kepada siapapun.
“Kalau kepala desa menyebut pemagaran laut itu tidak harus izin kepada siapa-siapa, memang kepala desa punya kewenangan soal laut,”tanyanya.
Penasehat Forum Komunikasi Putra Putri Nelayan (FKPPN) ini juga membongkar ke publik, bahwa pemagaran laut itu dilakukan PT. Budiono Madura Bangun bersamaan dengan 15 hektar tanahnya yang diawali Klaim PT. Budiono dan kepala desa untuk memberikan tempat penambatan perahu nelayan dengan cara membuat sungai sepanjang 600 meter.
“Ternyata yang dibuat sungai itu tanahnya perhutani Panjang 600 meter, lebar 75 meter dan diatasnya ada pohon mangrove,”tandasnya.
Penulis : Idrus Ali
Editor : Mulyadi