PAMEKASAN CHANNEL. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Pamekasan meragukan keseriusan Kepala Bea Cukai Madura Muhammad Syahirul Alim dalam penuntasan rokok bodong.
Hal ini diungkapkan Ketua PC PMII Pamekasan, Homaidi usai audiensi di kantor Bea Cukai Madura pada Selasa (04/02/2025), tidak ditemui langsung oleh Muhammad Syahirul Alim.
“Agenda audiensi yang sudah dijadwalkan dua kali, kami merasa tidak puas karena hanya diterima oleh staf yang pandangannya bersifat normatif dan menampung aspirasi kami saja,”kata Homaidi, Kamis (6/2/2025).
Menurutnya keseriusan itu tidak ditunjukkan oleh Kepala Bea Cukai, padahal PC PMII Pamekasan menginginkan adanya dialog yang tujuannya menyampaikan aspirasinya terkait tingkat pengawasan yang dirasa lemah.
“Kami merasa didiskriminasikan dengan kebijakan yang tidak memberikan rasa keadilan. Kami masih beritikad baik bisa beraudiensi dengan kepala kantor Bea Cukai Madura untuk mencari solusi bersama,”ucap Homaidi.
Karena kecewa audiensnya tidak ditemui, Homaidi membeberkan beberapa persoalan yang terjadi di Madura. Pertama, di Madura peredaran rokok tanpa pita cukai makin massif peredarannya, yang tentu berdampak pada para pelaku industri kretek di tingkat industri kecil dan menengah.
Ia juga membeberkan tmuan di lapangan, beberapa industri kretek kecil yang selama ini mematuhi peraturan pemerintah harus berhadapan dengan para pelaku usaha rokok tanpa pita cukai di pasaran. Hal itu jelas berdampak langsung pada daya beli mayoritas konsumen rokok di segmen ekonomi menengah ke bawah.
“Dampak terbesarnya justru berisiko mengurangi pendapatan negara dari sektor cukai, karena konsumen tidak memiliki daya beli untuk produk yang lebih mahal atau rokok legal,”ungkapnya.
Menurutnya, selama ini industri kretek kelas kecil dan menengah memiliki peran penting dalam ekonomi lokal. Mereka menciptakan lapangan kerja tidak hanya di sektor industri, tetapi juga dalam rantai pasokan seperti pengecer, distributor, petani tembakau, dan pekerja kasar di industri pengolahan tembakau.
“Data dari beberapa daerah menunjukkan bahwa pabrik kelas menengah memiliki tenaga kerja dengan proporsi yang signifikan dalam skala ekonomi lokal,”katanya.
PC PMII Pamekasan menyodorkan catatan kritis untuk kantor Bea Cukai Madura. Pertama, merumuskan kebijakan yang fairness dan berkeadilan. Sebab, kebijakan yang diskriminatif akan berdampak pada penurunan tenaga kerja dan perputaran ekonomi melambat.
“Ketika banyak pekerja kehilangan pekerjaan, maka daya beli masyarakat setempat juga akan menurun, yang pada gilirannya memengaruhi berbagai bisnis lokal,”katanya.
Kedua, pembinaan berkala kepada pabrik. Pabrikan baru perlu didorong untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan regulasi dan diberikan insentif atau subsidi untuk mengurangi beban akibat kenaikan cukai dan aturan lain.
“Ini penting agar pabrikan rokok tidak memproduksi rokok polos yang merugikan negara,”ujarnya.
Ketiga, PC PMII Pamekasan mendorong DPR RI khususnya Komisi XI agar melakukan pengawasan intensif ke kantor Bea Cukai baik di pusat dan daerah mengenai implementasi pengawasan yang kurang optimal.
“Sebagai bagian dari mitra kerja Bea Cukai, Komisi XI turun ke lapangan di Madura dan kami siap mendampingi,” ujarnya.
Terakhir, pendekatan multisolusi dan kebijakan yang berbasis data. Pemerintah dapat menyeimbangkan antara peningkatan pemasukan negara dan keberlanjutan pabrikan kelas menengah dan kecil, demi menjaga stabilitas ekonomi lokal.
“Hal ini mencakup perencanaan yang cermat dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, baik dari sisi industri maupun masyarakat sehingga tercipta iklim usaha industri kretek yang berkeadilan,”tandasnya.
Penulis : Idrus Ali
Editor : Mulyadi